13.6.08

1. Siapa yang tidak ingin tarif internet turun? Mestinya tidak ada yang mengacungkan tangan. Siapa yang tidak ingin internet menyebar dan terjangkau di seluruh Indonesia? Mestinya tidak ada yang mengacungkan tangan. Siapa yang tidak ingin industri ISP di Indonesia maju, bertumbuh, dan berkembang? Mestinya juga tidak ada yang mengacungkan tangan.

2. Hari-hari belakangan ini salah satu topik hangat di industri ICT adalah turunnya tarif jaringan dari penyelenggara jaringan, dalam hal ini PT Telkom, yang proposal penurunannya telah disetujui oleh BRTI, dengan prosentase penurunan yang cukup signifikan yaitu bisa mencapai angka 81%, menurut siaran pers DJPT. Disebutkan bahwa penurunan tarif terjadi untuk point to point dan diberi contoh tarfi baru Rp 2.450.000 untuk jarak 5 � 20 km dari semula Rp 13,1 juta. Dinyatakan juga bahwa Penurunan tarif jaringan ini akan berdampak pada turunnya tarif internet.

3. Seperti gayung bersambut, di salah satu media diberitakan bahwa APJII melalui Ketua Umumnya Sylvia W. Sumarlin menyatakan bahwa tarif internet akan turun 20-40% mulai Juni 2008.

4. Benarkah demikian? Berbagai siaran pers, konferensi pers, berita di media massa dst akhir2 ini terkait dengan turunnya tarif jaringan yang akan menurunkan tarif internet, ternyata menimbulkan kegalauan di kalangan ISP. Para Pelanggan sudah mulai krang-kring menghubungi ISP menanyakan kapan tarif diturunkan. Setelah disimak baik2, ternyata Tarif Telkom yang diumumkan diturunkan itu sebetulnya hanya dari STO ke STO. Masih terdapat komponen tarif untuk sampai ke Mitra ISP dan/atau Pelanggan yang tidak mereka disebutkan di situ.

5. Bila dilihat lebih teliti, selama ini sudah menjadi kenyataan bahwa komponen tarif Internet sebetulnya sudah jauh lebih rendah dari tarif jaringannya (back haul, local loop/last mile). Contoh:

Tarif dial-up, internetnya Rp 50-60/menit, sedangkan pulsa teleponya Rp 125/menit.

Tarif Unlimited ADSL (Speedy kalau di Telkom) yang Rp 750.000/bulan, mitra ISP terpaksa membuat hampir sama sekitar Rp 800.000/bln; komponen internetnya yang diterima ISP cuma Rp 300.000, yang Rp 500.000/bln kembali ke Telkom. Mitra ISP masih dibebankan lagi biaya back haul Rp 13,5 juta/2 Mbps/bulan harus dibayar ke Telkom. (Sekarang bahkan Telkom sudah mengeluarkan tarif unlimited Speedy Rp 99.000 untuk biaya pasang baru termasuk modem).

Tarif leased-line, internetnya Rp 2,5-3,5 juta/64 Kb/bln, DinAccess Rp 5,1 juta/64 Kb/bln.

Tarif leased-line dari penyelenggara jaringan di luar Telkom malah menjual paling kecil 256 Kb dengan tarif sekitar Rp 2,7 juta/bln, sehingga pelanggan ISP yang hanya ingin 64 Kb pun tetap harus membayar jaringannya sebesar itu.

Jadi bukan tarif internet yang harus turun sekarang ini melainkan tarif jaringannya, sampai ke Mitra ISP dan/atau Pelanggan (back haul dan last mile).

6. Untuk penurunan tarif, apalagi sampai 40-an%, mesti dilihat lagi, apakah tarif-tarif di bawah ini juga turun?

DID (Direct Inward Dialing) = nomor yang disewa ISP ke Telkom utk dial-up

PWS (Port Whole Sale) = nomor prefix 0809-8-xxxx yang disewa ISP ke Telkom utk dial-up se Indonesia

Sewa Colocation = di sentral2 Telkom untuk bisa dial-up dan/atau ADSL.

Revenue share ADSL = biaya last mile ke Pelanggan ADSL Telkom lebih besar dari biaya Internetnya.

Link untuk ke BRAS Huawei, Siemens, Alcatel = biaya back haul Rp 13,5 juta/bln, Rp 9,7 juta/bln (Telkom)

Revenue share untuk 3G (bagi ISP yang kerjasama dengan GSM Operator)

Revenue share untuk CDMA (bagi ISP yang kerjasama dengan CDMA Operator)

Bandwidth Internasional = NAP dibiarkan 'bertarung' dengan ISP di pasar.

Link antar kota selain dengan Telkom

Revenue share dengan gedung = bagi yang menggelar FO atau wireless connection

Sewa lahan gedung = bagi yang menggelar FO atau wireless connection.

BHP Jastel, USO, Frekuensi

Dan masih banyak lagi faktor lainnya.

7. Penyelenggara jasa ISP adalah penyelenggara yang membutuhkan jaringan dari penyelenggara jaringan. Sementara itu memang tidak ada larangan bagi penyelenggara jaringan untuk menjadi penyelenggara jasa juga, bahkan dalam 1 perusahaan yang sama. Oleh sebab itu lebih sulit dirasakan oleh ISP yang hanya punya lisensi ISP, tidak bisa bundling harga (jaringan dan internetnya) seperti halnya Penyelenggara Jaringan yang juga punya lisensi Jartup, NAP, ISP dll. Dan APJII menaungi sebagian besar dari 200 lebih anggotanya, yang hanya memiliki lisensi ISP.

8. Perlu juga diluruskan siaran pers yang menyebutkan bahwa sekarang sedang dilakukan revisi kontrak antara penyelenggara jasa internet dengan penyelenggara jaringan, bahwa sampai hari ini belum ada pembicaran mengenai revisi kontrak dimaksud. Dan dalam pengalaman 10 tahun ini APJII memayungi anggotanya, sebagian besar komponen biaya yang membentuk tarif (akhir) internet itu justru tidak menjadi perhatian DJPT karena selalu disebutkan bahwa hal Itu sudah wilayah B2B sehingga DJPT tidak akan mencampuri. Padahal justru sering terjadi pembahasan yang alot dan memakan waktu ber-bulan2 bahkan bisa lebih dari setahun.

9. Maka kembali ke pertanyaan paling awal, siapa yang tidak ingin industri ISP di Indonesia maju, bertumbuh, dan berkembang sembari juga bisa memberikan tarif yang murah?

10. Mudah2an pertemuan APJII dengan rekan2 dari media massa ini, meski formatnya santai namun dapat memberi pemahaman lebih banyak mengenai industri internet Indonesia. Hal2 yang diungkapkan di atas bisa jadi baru sebagian dari tantangan yang dihadapi oleh industri ISP saat ini.

11. Selesai.

Baca-Baca Yang Ini Juga

4 Komentar Teman:

seezqo mengatakan...

Emang idealnya tarif harus rendah, supaya Orang Indonesia lebih gampang akses internet n gak terisolir :)

Imnoval mengatakan...

bagus tuh kalau bisa gratis lah

Anonim mengatakan...

bagus tuh..., biar orang indonesia pada melek internet ;;)

Nova mengatakan...

yap terimakasih saudara alif..benar yang kamu bilang karena internat adalah pusat semua ilmu..tinggal tulis aja kita dah banyak ilmu hehe

Posting Komentar