10.5.08

MAINAN anak-anak produk impor sudah membanjiri pasar lokal. Mungkin, di antara kita yang memiliki anak kecil, mainan impor, seperti mobil-mobilan dari plastik, sudah menjadi limbah karena mainan itu rusak dan tidak terpakai lagi. Di tengah membanjirnya produk impor, pengusaha mainan edukasi anak-anak Dhanang Sasongko justru merintis usaha yang lebih besar.

"Awalnya, saya hanya membuat mainan balok-balok dan huruf dari kayu untuk anak- anak," kata Dhanang saat ditemui di stan pameran produk mainan edukasi anak-anak Kadoku Toys Indonesia di Arena Pekan Raya Jakarta, pekan lalu. Mainan itu dibuat untuk anak- anak di Taman Pendidikan Al Quran.

Mainan kotak-kotak itu tidak hanya diminati anak-anak, melainkan juga orangtua murid. "Beberapa orangtua anak- anak itu membeli mainan kotak tersebut," ujarnya.

Respons positif yang ditunjukkan oleh para orangtua menggugah pikirannya. Produk ini memiliki peluang bisnis. Dia pun mengajak seorang tukang kayu untuk bekerja sama membuat produk mainan yang memiliki kualitas lebih baik. Tak hanya sampai di situ, Dhanang juga mengajak rekannya yang bekerja di pabrik mainan membantunya.

Pengusaha muda itu juga harus mencari sendiri bahan baku kayu. Bahan kayu diambil dari limbah kayu yang berasal dari tempat untuk mengemas mesin- mesin atau barang-barang impor (pallet).
"Saya cari di daerah Klender dan juga di luar kota," kata Dhanang, yang di awal bisnisnya dibantu oleh tiga orang dengan satu mesin pemotong kayu yang dibelinya di Glodok.

Untuk memasarkan mainan edukasi anak-anak ke pasar yang lebih luas, dia mengikuti pameran di beberapa pusat perbelanjaan. Akhir 2004 ia pun mengikuti pasar murah (bazar) di kantin Departemen Perindustrian dan Perdagangan untuk memasarkan mainan dengan merek Kadoku. "Sejak saat itu, saya didampingi oleh staf Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan untuk mengikuti pameran-pameran," katanya.

Dampaknya luar biasa. Mainan edukasi anak-anak itu terus menjadi incaran pembeli. "Tahun 2003 produksi baru sekitar 3.000 set mainan per bulan. Akhir tahun 2004, sejak ada pameran-pameran lebih besar, produksi mulai meningkat menjadi 4.000 per bulan. Tahun 2005 ini, produksi meningkat lagi sekitar 5.000 set per bulan," katanya.

Jumlah tenaga kerja yang mampu diserap sekarang ini sebanyak 20 orang. Tenaga kerja itu diupah dengan sistem borongan. Pembayaran per dua minggu mencapai Rp 300.000- Rp 400.000 per orang. Selain itu, ada juga tenaga kerja di beberapa daerah yang membuat bagian-bagian tertentu dari mainan anak-anak itu.

Dalam perjalanan bisnisnya, persoalan tidak mudah dilalui. Saat tuntutan produksi meningkat, ia justru memikirkan bagaimana mengembangkan produksi. Ia pun mencari rekanan kerja. Jadi ada tukang kayu di daerah saya minta untuk membuat bagian-bagian dari produk mainan edukasi anak- anak itu, misalnya, roda atau balok. "Lalu, saya buat menjadi produk jadi," ujarnya.

Persoalan yang lebih berat juga muncul. "Saya tidak punya modal banyak untuk tempat usaha yang lebih besar, membeli mesin-mesin pemotong, termasuk penambahan tenaga kerja," katanya. Apalagi, perbankan tidak mudah memberikan pembiayaan. "Persyaratan terlalu berat dan prosedurnya berbelit- belit," katanya.

Suatu ketika seorang pengelola pendidikan Bina Sarana Informatika menawarkan sebuah tempat usaha kepada dirinya. Lokasi proyek di kompleks kawasan industri dan gudang Taman Tekno BSD, di Tangerang sebagai tempat usaha yang baru senilai lebih kurang Rp 650 juta. "Gudang itu boleh saya gunakan dua tahun. Kalau usaha berjalan lancar, baru nanti hitung-hitungan," ujarnya.

Jika usaha maju, ia pun diberi kesempatan untuk terus menyewa atau membeli gudang itu. "Pengelola itu juga memberi bantuan modal kerja sebesar Rp 300 juta," katanya. Sebagai konsekuensinya, pengelola itu mendapat penyertaan saham sebesar 25 persen.

Dengan gudang yang baru itu, produksi ditingkatkan sebanyak 10.000 set per bulan. Penambahan produksi itu tidak terlalu sulit bagi Danang. Ia tinggal menambah line produksi, yaitu menambah mesin produksi. "Saya rencanakan membuat enam line produksi," katanya.

Semuanya nanti ada mekanismenya yang lebih rapi, mulai dari pemotongan kayu, proses pembuatan mainan, proses pembuatan tahap akhir (finishing), hingga pengecatan. Baru setelah itu proses kontrol kualitas, terutama pengecekan saat barang dikemas sebelum dikirim ke pembeli. Selain itu, dirinya berhasil menjalin kerja sama dengan PT Kimia Farma, yang dalam hal ini berperan membantu promosi.

Kepala Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT Kimia Farma Bambang mengungkapkan, dalam bermitra dengan UKM, seperti Kadoku Toys Indonesia, pihaknya memberikan bantuan pinjaman lunak sebesar Rp 25 juta. Selain itu, juga mendanai kegiatan promosi UKM jika ada pameran-pameran di dalam negeri, termasuk luar negeri.

Dengan gencarnya promosi produk mainan edukasi anak- anak, pesanan pun sekarang ini mulai berlimpah. Pesanan yang ada tidak hanya untuk agen- agen, tetapi juga untuk proyek sekolah anak-anak.

"Saya berharap, jika pabrik di gudang yang baru sudah berjalan bisa memenuhi seluruh pesanan pembeli," katanya.

Mudah-mudahan saja, industri kecil di sektor mainan anak- anak yang telah dirintis dapat berkembang dengan inovasi produk. Peluang pasar produk mainan edukasi anak-anak tidak hanya ada di pasar dalam negeri, melainkan juga di pasar ekspor. Kalau produk mainan anak-anak impor dapat membanjiri pasar dalam negeri, diharapkan produk lokal mainan edukasi anak-anak itu pun mampu menembus pasar ekspor di kemudian hari. (FER)

sumber : Kompas

Baca-Baca Yang Ini Juga

0 Komentar Teman:

Posting Komentar